Kita hidup di dalam sebuah dunia yang penuh pertentangan. Oleh sebab itu, banyak dari kita yang bingung terhadap apa yang benar dan yang tidak, apa yang baik dilakukan dan apa yang tidak. Sebagai hasil dari kebingungan ini, banyak orang yang tidak mencapai kemampuan potensial mereka secara optimal.
Bayi-bayi tidak tahu apa itu rasa malu. Secara sederhana, mereka hanya meminta apa yang mereka butuhkan. Mereka menggunakan bahasa yang simpel. Tidak ada gimmick, tidak ada tipuan. Mereka sangat polos sehingga tak ada seorang pun yang menuduh jika mereka menipu, juga tak seorang pun yang keberatan atas permintaan mereka.
Ketika bayi butuh sesuatu, mereka tinggal meminta. Mereka bahkan tidak perlu bicara;mereka hanya menangis! Ketika lapar, mereka minta susu. Ketika popok mereka basah dan terasa tidak nyaman, mereka minta agar diganti. Ketika merasa kurang sehat, mereka minta pengobatan. Hal ini selalu terjadi, tidak peduli apakah ibunya sedang tidur, lelah atau sedang makan siang. Bayi hanya tinggal meminta. Kadang kala, ibunya tidak mendengar, pura-pura tidak mendengar atau terlalu sibuk untuk selalu mengurus bayinya… Tidak apa-apa, bayi itu akan terus meminta sampai ibunya datang. Bayi tidak menjadi patah semangat. Ia tidak mengerti arti kata! Bayi tidak merasa malu, bahkan kata itu tidak ada dalam perbendaharaan katanya! Baginya, semua itu begitu alami… ia meminta sesuatu yang berhak diterimanya. Bagaimana lagi ia bisa mendapatkannya jika tidak meminta? Jika ibunya tidak datang, kemudian bayi akan terus meminta. Mungkin ayah, bibi, nenek, atau seseorang bakal datang!
Dalam dunia bayi, semua bersifat langsung apa adanya! Butuh sesuatu? Tinggal minta saja! Tidak ada orang yang mendengar atau peduli? Mintalah terus sampai muncul seseorang yang datang dan memperhatikan!
Apakah kita juga seperti bayi ini? Ya! Itulah cara kita bertahan hidup sampai hari ini! Dengan terus meminta! Dapatkah Anda bayangkan apa yang bakal terjadi jika kita menyerah minta susu? Dapatkah Anda bayangkan apa yang akan terjadi jika kita terlalu “malu” untuk mengganggu ibu, ayah, atau bibi kita? Sebagian besar dari kita bakal mati kelaparan!
Bahkan kitab suci berkata kepada kita, “Mintalah dan itu akan diberikan kepadamu.” Lalu, mengapa kita belum mengembangkan kebiasaan ini?
1. Pengalaman Masa Kecil
Di suatu masa antara masa kecil dan masa dewasa, hampir 10.000 kali kita selalu diberitahukan oleh orangtua kita, “Bisakah kamu berhenti meminta!” Orangtua kita juga sering mengatakan, “Belajarlah mandiri. Lakukan dengan dirimu sendiri. Jangan meminta bantuan orang lain! Jangan mengganggu orang lain! Jangan memalukan Ayah!”
Ketika kita mengunjungi kerabat dan mereka menghidangkan makanan yang lezat, kadang-kadang kita meminta bantuan kepada mereka tanpa rasa bersalah, “Bibi, bolehkan saya tambah lagi?” Dalam perjalanan pulang, kita kembali diingatkan oleh ibu, “Jangan pernah meminta seperti itu! Orang akan berpikir bahwa kamu tidak diberi cukup makan di rumah! Sungguh memalukan!”
Jadi, pesan moral apa yang dapat dipetik dari contoh-contoh ini? Kita selalu diberitahukan, lagi dan lagi.
- Jangan meminta.
- Meminta itu memalukan.
- Orang mandiri tidak meminta bantuan.
- Meminta pertolongan itu mengganggu orang lain.
Jadi bagaimana kita mengatasi masalah ini? Pertama-tama, kita harus mengingat bahwa SANGAT BAIK untuk meminta sesuatu. Anda hanya meminta. Anda tidak memaksa! Pihak lain memiliki hak penuh untuk berkata ya atau tidak. Anda tidak membuat orang lain tidak nyaman dengan permintaan Anda. Meminta sepenuhnya BAIK. Meminta adalah bagian dari hidup. Meminta adalah insting untuk bertahan hidup. Jadi, majulah dan minta! Mintalah referensi, mintalah janji pertemuan, mintalah 10 menit waktu dari prospek Anda, mintalah informasi tentang siapa yang mengambil keputusan dalam perusahaan itu, bertanyalah kepada sekretaris kapan atasannya datang ke kantor, bertanyalah kepada sekretaris berapa anak yang ia miliki, mintalah prospek untuk mempelajari proposal Anda secara detil sebab Anda akan datang lagi dalam 4 hari untuk menanyakan apakah proposal itu cocok untuk mereka, bertanyalah kepada prospek apakah ia lebih suka warna putih atau hijau, mintalah prospek untuk menandatangani di atas garis putus-putus. Ask, my friend, ask!
Saat kita meminta, kita akan menerima beraneka ragam jawaban. Pada dasarnya, semua itu dapat dibagi dalam tiga bentuk di bawah ini:
- Ya.
- Tidak.
- Mungkin, nanti (tidak sekarang) atau bentuk penundaan lain.
Jika jawabannya “Ya”, luar biasa! Jika jawabannya “Tidak”, luar biasa! Jika “Ya” atau “Mungkin/Nanti” dapat diterima, mengapa “Tidak” sangatlah buruk? “Tidak” adalah satu dari tiga kemungkinan jawaban! Jika saya bertanya dan memperoleh satu dari tiga jawaban, saya baik-baik saja. Saya bisa hidup dengan jawaban itu. Hal tersebut tidak membuat saya sedih atau patah semangat atau merasa ditolak. Bagi saya, itu hanyalah jawaban lain.
Mari kita ulas tiga jawaban itu. “Ya” adalah sangat luar biasa.
“Mungkin/Nanti” berarti saya harus lebih sabar. Hal itu berarti saya harus memberikan penjelasan yang lebih tepat, harus memberikan alasan yang kuat kepada pelanggan untuk mempertimbangkan tawaran saya secara serius. Jika saya sabar dan profesional, akhirnya saya akan mendapatkan order di suatu hari nanti. Jadi, “Mungkin/Nanti” adalah jawaban “Ya” yang potensial, yang akan segera terjadi.
“Tidak” adalah baik. Saya sudah mempelajari dari berbagai literatur dan pengalaman pribadi bahwa ada dua skenario dari pelanggan yang berkata “Tidak”.
Skenario 1
“Tidak” berarti “Tidak” untuk saat ini. Hal itu dapat berarti bahwa perusahaan kami tidak membutuhkan penawaran Anda dengan kondisi kami sekarang (tidak ada anggaran, tidak butuh, sudah memiliki pemasok, atasan tidak setuju, dan sebagainya).
Jawaban “Tidak” ini oke bagi saya sebab tidak ada yang abadi. Keadaan mungkin berubah. Saya selalu memelihara hubungan yang positif dengan klien-klien yang prospektif karena saya tahu bahwa di suatu hari nanti, situasi mungkin akan berubah—di mana “Tidak” akan menjadi “Mari kita lihat sekali lagi tawaran Anda”. Mungkin saja di masa mendatang, anggaran perusahaan akan meningkat, kebutuhan dapat saja berubah, atasan yang tidak “mendukung” bisa saja di pindahkan ke cabang lain dan diganti oleh atasan yang lebih mendukung, pemasok yang ada bisa saja berbuat kesalahan dan membuat marah pelanggan sehingga akhirnya pelanggan mempertimbangkan untuk membeli dari kita.
Jadi, jenis kata “Tidak” di sini bukanlah berarti “TIDAK”, tetapi dapat diartikan sebagai “Mungkin nanti”. Karena itulah, saya akan selalu memelihara perilaku yang positif dengan pelanggan prospektif dengan tidak pernah merasa ditolak.
Skenario 2
Dari apa yang telah saya baca dan juga sudah dikonfirmasikan dengan pengalaman saya menjual—dalam hampir setiap kasus, ketika pelanggan tidak yakin apakah ingin membeli atau tidak, jawaban mereka selalu “Tidak”. Bagi saya, “Tidak” di sini bukan berarti “Tidak”. “Tidak” sebenarnya berarti “saya tidak yakin”. Jadi ketika saya mendengar sebuah kata “Tidak”, saya bukan menganggapnya sebagai penolakan. Hal itu berarti bahwa saya harus bekerja bekerja lebih keras.
Saya tidak mencoba memaksa untuk mengubah “Tidak” menjadi “Ya”. Sangatlah sulit untuk berkonfrontasi secara langsung. Apa yang saya lakukan adalah membawa pelanggan secara pelan-pelan dari “Tidak” menjadi “Mungkin”. Ketika saya mendapatkan pelanggan berkata “Mungkin”, saya akan menghapuskan kata “Tidak” dari benak saya. Kata “Mungkin” yang berubah menjadi “Ya” akan lebih mudah dan tidak bertentangan langsung daripada kata “Tidak” yang menjadi “Ya”. Jadi apa pesannya?
(1) Sangatlah wajar untuk meminta.
(2) Mendapatkan jawaban “Tidak” bukanlah hal yang buruk!
Happy asking, my friends !
Sumber : Disini !
Title : Selling by Asking. Tahukan Anda Artinya ?
Description : Kita hidup di dalam sebuah dunia yang penuh pertentangan. Oleh sebab itu, banyak dari kita yang bingung terhadap apa yang benar dan yang tid...
Description : Kita hidup di dalam sebuah dunia yang penuh pertentangan. Oleh sebab itu, banyak dari kita yang bingung terhadap apa yang benar dan yang tid...
0 Response to "Selling by Asking. Tahukan Anda Artinya ?"
Post a Comment