photo Yamaha_logoSmall_zpsbd1f3aa1.png

Menggungat Pola edukasi Salesman secara Umum


Guys,
Siapa bilang bahwa edukasi bagi karyawan hanya melalui mimbar-mimbar resmi semacam training dan edukasi di learning center atau ruang bersekat kaca yang selalu bertuliskan "Jangan Ribut Ada Training" ? Atau, Siapa yang sepakat bila motivasi karyawan hanya melalui outbound / outing dengan instruktur dari militer atau malah hansip yang bersertifikasi sebagai "instruktur"?.

Bila ini menjadi keyakinan anda, maka, ijinkan saya mengatakan " Trus aku harus bilang waow..., gitu ? ". Kalau ini menjadi dasar pemikiran kita dalam menciptakan standarisasi SDM maka amit-amit, kita hanya akan mendapatkan kualitas SDM yang mungkin "mudah dibeli" oleh perusahaan lain. Kenapa demikian ? Ruang kaca yang bernama "Ruang Training" hanya membekali SDM secara teoritis dan dogmatis dengan materi-materi yang dipaksakan untuk dipelajari.

Kalau kita mau mengkaji secara lebih spesifik, tujuan edukasi dalam anotasi diatas adalah " bagaimana memunculkan sebuah pemahaman tertentu", jadi bersifat knowledge-centris. Tidak ada satupun ruang edukasi yang mengajarkan poin-poin realitas kehidupan senyatanya itulah kenapa ruang edukasi tidak bisa menciptakan segepok produktifitas SBM dan loyalitas SDM secara absolut yang dibutuhkan oleh perusahaan. Sistem edukasi SDM perusahaan-perusahaan saat ini kebayakan hanya begitu-begitu saja, walaupun dikepalai oleh seorang profesor sekalipun.

Keluar dari ruang training atau edukasi tidak pernah bisa menjamin sdm (misal salesman) langsung bisa menghasilkan atau berproduksi. Bahkan banyak yang telah melewati masa "jatah waktu" yang ditentukan dan akhirnya terevaluasi dengan indahnya.

Sungguh sebuah ironi pola edukasi-edukasi SDM yang lakukan oleh perusahaan-perusahaan besar tidak mengalami perubahan walau jaman dan kondisi telah berubah. Salah satu akibat dari pola edukasi ini adalah kesenjangan teori versus kondisi riil di lapangan. Kenapa demikian? Karena polanya adalah diajari teori dahulu baru di suruh praktek dilapangan. Celakanya adalah manakala modul-modul yang dipakai adalah warisan nenak moyangku yang konon orang pelaut ( kayak judul lagu ya...).

Bagaimana kalau pola edukasi dibuat terbalik ? Dari yang semula diajari teori dulu menjadi "diajak" berproses dengan praktek lebih dulu ? Karena seperti kami ungkapkan diatas bahwa edukasi tujuannya adalah untuk membuka ranah pemahaman dan pendalaman sebuah materi yang diterima oleh nalar dan akal. Sehingga proses edukasi in-class justru menjadi menarik dan kaya pemahaman karena masing-masing sdm yang praktek pasti mempunyai pengalaman empiris hasil praktek lapangannya. Bisa jadi tindakan ini dipakai untuk menguji teori-teori edukasi yang masih dipakai. Bahkan untuk dept. Litbang malah bisa merumuskan formula-formula baru sesuai dengan daerah dan kondisi saat ini.


Guys, 
Tempat edukasi yang sesungguhnya adalah komunitas/lingkungan diluar yang terbentuk dari susunan-sunsunan entitas majemuk dan terdiri dari berbagai macam isi kepala, pemikiran dan keinginan. Lingkungan benar-benar akan mengajarkan dan memberikan sejuta pengalaman unik, seunik manusia itu sendiri.


Bisakah kita membayar belanjaan kita dipasar dengan uang lama, yang dibuat pada jaman Majapahit ? Uang itu hanya menjadi sejarah dan barang koleksi yang akan memperkaya intelektual semata.

Jangan pernah bilang dan berharap hasil yang Wow...kalau masih menggunakan pola lama dengan kondisi saat ini.



Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!








Title : Menggungat Pola edukasi Salesman secara Umum
Description : Guys, Siapa bilang bahwa edukasi bagi karyawan hanya melalui mimbar-mimbar resmi semacam training dan edukasi di learning center atau ruang ...

0 Response to "Menggungat Pola edukasi Salesman secara Umum"

Post a Comment

KOMENTAR